DPR Minta Pemerintah Evaluasi 9 Industri Rafinasi ‘Bodong’

Post at Tuesday, 22 March 2016

Panitia Kerja (Panja) Gula DPR RI meminta pemerintah mengevaluasi keberadaan 9 dari 11 industri gula rafinasi yang izin operasionalnya sesungguhnya sudah habis alias 'bodong' namun terus beroperasi, bahkan mengabaikan ketentuan-ketentuan investasi awal. 

Demikian wakil ketua Panitia Kerja (Panja) Gula DPR RI Abdul Wahid, dalam acara Pra Rapat Pleno Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), di Best Western Papilio Hotel Surabaya, Senin (22/3/2016) malam.

Dalam agenda tersebut, diantaranya dibahas isu-isu strategis sektor pergulaan nasional, yaitu yang terkait keberadaan industri gula rafinasi yang dinilai ‘bodong’. 

Nampak hadir pada acara tersebut, jajaran direksi PTPN XI, PTPN X, PT RNI dan PT Kebon Agung selaku mitra strategis petani tebu. Selain itu, jajaran Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan utusan DPD APTRI dari Jawa Barat, DPD APTRI Jawa Tengah, DPD APTRI PTPN XI, DPD APTRI Sulsel, DPD APTRI Lampung, DPD APTRI PTPN X dan DPD APTRI PT RNI.

Di forum tersebut, Abdul Wahid yang juga ketua umum DPP APTRI menandaskan, "Bahwa keberadaan 9 dari 11 industri gula rafinasi bukan hanya bermasalah yang izin operasionalnya, alias bodong dan terus beroperasi, tapi juga mengabaikan ketentuan-ketentuan investasi awal."

Menurut Abdul Wahid, harusnya pemerintah menghentikan operasional industri gula rafinasi bodong tersebut. Lebih-lebih, berdasarkan laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 9 industri gula rafinasi tersebut sudah tidak memperpanjang izin operasionalnya.

Ditandaskan Abdul Wahid, pembangunan industri gula rafinasi secara besar-besaran dimulai pada 2008 lalu. Ketika itu untuk memenuhi kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman di pasar domestik pemerintah melalui menteri perindustrian memberikan izin pendirian industri gula rafinasi di dalam negeri.

Melengkapi izin pendirian industri gula rafinasi tersebut pemerintah juga memberi peluang bagi pengusaha industri  gula rafinasi untuk mengimpor raw sugar sebagai bahan bakunya, ditambah fasilitas bea masuk nol persen selama jangka waktu tiga tahun.

Persyaratannya, setelah tiga tahun, industri gula rafinasi tersebut diwajibkan mendirikan Pabrik Gula dan memiliki kebun tebu sendiri dengan luasan disesuaikan dengan kemampuan kapasitas terpasang PG yang dibangunnya.

“Kenyataannya, dari 11 industri gula rafinasi yang sudah ada sampai saat ini, tak satupun yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Anehnya pemerintah seakan tutup mata. Harusnya pemerintah segera menutup industri gula rafinasi yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Lebih-lebih terhadap yang ‘bodong’,” tegas Wahid yang juga anggota Komisi VI DPR RI itu.

Sependapat dengan Wahid, Ketua Dewan Pembina APTRI HM Arum Sabil mengatakan, jika memang pemerintah serius ingin mencapai target swasembada gula, seharusnya pemerintah mengambil langkah tegas terhadap industri gula rafinasi ‘bodong’ tersebut.

“Pembiaran terhadap keberadaan industri gula rafinasi ‘bodong' itu hanya akan merugikan industri gula nasional,” kata Arum. 

Karenanya Arum Sabil sepakat agar pemerintah secepatnya melakukan evaluasi dan mengambil tindakan tegas terhadap industri gula rafinasi yang melanggar aturan dan memberikan hukuman yang berefek jera. (Yns,Sumber : disini)