Membangun Kemandirian Dan Optimalisasi Potensi Industri Gula Untuk Mensukseskan Swasembada Gula

Post at Wednesday, 07 September 2016

SURABAYA (07/09/2016) Gula adalah kebutuhan salah satu dari sembilan bahan  kebutuhan pokok di masyarakat di Indonesia, ,di karenakan gula adalah sumber kalori yang relatif murah,dan kedudukan gula di masyarakat indonesia sebagai bahan pemanis belum dapat tergantikan oleh bahan pemanis lainya, baik di gunakan di kalangan rumah tangga atau di industri makanan dan minuman. Oleh karena itu pemerintah menetapkan gula sebagai komoditas strategis dan sebagai komoditas barang dalam pengawasan.(Kepres no.57 tahun 2004).

Jumlah kertersediaan gula produksi dalam negeri di banding dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi serta meningkatnya usaha yang berbahan baku gula,  baik skala UMKM maupun  skala industri membuat kebutuhan gula kian melonjak.Berkaitan dengan tersebut diatas pemerintah mendorong terpenuhinya kebutuhan gula dalam negeri secara madiri atau swasembada.Melalui kementerian BUMN pemerintah menargetkan produksi gula akan mencapai swasembada pada tahun 2018 mendatang, dengan jumlah produksi gula dalam negeri mencapai produksi 3,2 juta ton. (CNN Indonesia)

Untuk mendukung kebijakan pemerintah yang menargetkan swasembada gula tahun 2018, PTPN XI Sebagai Corporasi dibawah naungan kementerian BUMN wajib  mendukung  tercapainya swasembada gula yang di targetkan pemeritah, dengan cara membangun perusahaan yang mandiri, tangguh dan memiliki daya tahan kuat di tengah-tengah persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN(MEA).

Untuk menjadi perusahaan mandiri, tangguh dan memiliki daya tahan yang kuat perusahaan harus mengambil langkah-langkah yang antara lain merubah ketergantungan menjadi suatu kemandirian, dan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dengan cara meningkatkan nilai guna serta meningkatkan produktfitas dan efisensi perusahaan.

Membangun kemandirian

Pada dasarnya kita semua mengawali hidup dengan ketergantungan,apakah itu kepada orang tua kita atau orang lain dalam mendapatkan apa yang kita butuhkan, lalu secara bertahap kita dapat mengerti apa yang kita butuhkan, lalu  mengetahui cara mendapatkannya dan  kemudian tahu bagaimana memanfaatkan apa yang kita inginkan.Dengan kata lain, kisah hidup kita mengambarkan pergerakan kita dari ketergantungan menjadi mandiri .

Begitu pula dengan keadaan perusahaan saat ini,mungkin saat ini perusahaan dalam menjalankan usahanya masih ada ketergantungan dengan pihak lain,Namun seiring dengan waktu perusahaan harus mulai dapat memenuhi kebutuhan sendiri walaupun ketergantungan pada pihak lain masih ada namun tidak berarti bergantung sepenuhnya. Sudah saatnya membangun kemandirian perusahaan kembali demi untuk menjadi perusahan yang mandiri, tangguh dan memiliki daya tahan yang tinggi.

  • Membangun Kemandirian Bahan Baku.

Bahan baku dalam memegang peranan sangat vital dalam suatu proses produksi.Seperti di PTPN XI  tidak semua unit usaha memliki lahan HGU sendiri, di unit usaha yang tidak memiliki HGU sendiri sering mengalami kesulitaan untuk mencukupi bahan baku,sehinga sering terjadi masalah yg menyebabkan kerugian perusahaan.

Di PG.Soedhono misalnya, untuk musim giling tahun 2016 hanya memiliki Tebu sendiri (TS) dengan luas 400 ha dengan target produksi bahan baku 850 Kui/ha, sedangkan kapasitas giling PG.Soedono adalah 1000 Kui/jam, dengan jumlah lahan TS diatas maka tebu milik sendiri akan habis digiling selama 340 jam atau  kurang lebih 15 hari. sedangkan musim giling 2016 menargetkan 2880 jam /120 hari giling, hanya menenuhi 12,5% dari bahan baku yang di butuhkan sampai selesai giling,Untuk memenuhi kekurangan sisa bahan baku  perusahaan hanya mengandalkan pasokan dari petani tebu.

Memang tidak dipungkiri bahan baku milik sendiri (Tebu TS) sering mengakibatkan kerugian perusahaan dengan berbagai alasan, tapi ironisnya belakangan ini bahan baku yang di hasilkan APTR yang notabennya bianaan perusahaan justru lebih bagus dan bisa mencapai target.Mungkin hal tersebut di atas menjadi bahan pertimbangan kantor direksi mengambil kebijakan mengurangi atau membatasi sewa lahan karena tebu milik sendiri (TS) sering tidak mecapai target produksi sehingga mengakibatkan kerugian perusahaan.

Kebijakan pengurangan atau pembatasan sewa lahan untuk penyediaan bahan baku milik sendiri sebenarnya bukan solusi terbaik karena kedepannya akan berdampak kurang baik bagi perusahaan, perusahaan akan mengalami kesulitan bahan baku dan akan mengalami  ketergantungan bahan baku kepada pihak lain.Masih ada solusi lain untuk mengatasi kerugian akibat penyediaan bahan baku milik sendiri yaitu: perlu adanya suatu Badan independen dari perusahaan di semua unit usaha yang berisikan orang yang kredibel,jujur,dan berani. Badan independen tesebut harus berasal dari luar penyedia bahan baku dan bertanggung jawab langsung kepada direksi.Badan tersebut di beri kewenangan langsung untuk mengawasi penyedia bahan baku, dan diberikan kewenangan untuk memberikan sangsi berat kepada siapa saja yang melakukan penyimpangan tanpa pandang bulu,  sehingga dapat memberi efek jera.

Badan tersebut juga diberi kewenangan untuk menetapkan target produksi dan aturan lainya kepada penyedia bahan baku.Misalnya membuat fakta integritas yang intinya  jumlah biaya yang dikeluarkan dari sewa lahan sampai menjadi bahan baku perusahaan harus mencapai target tertentu, bagi yang tidak memenui target  harus mengembalikan, bukan hanya biaya garap yang dikembalikan, tapi nilai difisit target yang tidak tercapai yang harus dikembalikan.Sebaliknya bagi yang mencapai target, akan di berikan rewad atau penghargaan berupa bonus khusus atau berupa penghargaan yang lainya.

Misalnya, seorang penyedia bahan baku (KKW) memiliki lahan garap 10 ha dengan target 850 ton total biaya  garap di tambah biaya sewa lahan sebesar Rp 250 juta. Ternyata dalam realisasi dari 10 ha lahan tersebut hanya menghasilkan 750 ton, sehingga jumlah hasil mengalami difisit 100 ton dari target yang di rencanakan. Maka KKW tersebut wajib memenuhi difisit tersebut atau mengambalikan nilai nominal dari deficit target bahan baku, seumpama harga tebu yang berlaku Rp 450.000/ton, yang harus di  kembalikan KKW tersebut adalah Rp 45 juta.

Sebaliknya bagi yang melebihi target, misalnya dari 10 ha lahan dengan total target 850 ton ternyata realisasi mendapat 1000 ton maka ada surplus hasil sebesar 150 ton, dari surplus hasil  tersebut perusahaan dapat memberikan bonus / rewad sekian persen dari surplus tersebut.Dengan cara demikian  akan mimicu semangat kerja dan kompetisi antar penyedia bahan baku dan cara ini dapat minimalisir terjadinya penyimpangan.

Untuk mencapai swasembada gula tidak mungkin tanpa adanya peningkatan produksi, peningkatan produksi sangat tidak mungkin tercapai tanpa adanya bahan baku yang cukup.Untuk itu perusahaan harus menambah area kebun milik sendiri (TS) secara bertahap dan berkelanjutan serta dengan pengawasan yang ketat, sehingga sedikit demi sedikit ketergantungan bahan baku pada pihak ketiga dapat dikurangi, yang akirnya akan mampu mewujudkan kemandirian bahan baku untuk mendukung swasembada gula yang di targetkan pemerintah.

  • Kemandirian Marketing

Marketing adalah ujung tombak perusahan, berhasil dan tidaknya, bertahaan dan tidaknya suatu perusahaan tergantung pada pemasaran atau marketingnya.Sebuah perusahaan bisa saja memproduksi barang sebanyak apapun, dengan kwalitas sebagus apapun akan percuma jika tidak di imbangi dengan sistem pemasaran yang bangus dan handal.Apalagi menggantungkan pemasaran produknya ke pihak lain,  perusahan tersebut tidak akan dapat menikmati hasil maksimal dari apa yang di produksinya.

Harga gula yang cenderung fluktuatif, namun keuntungan tersebut tidak bisa di nikmati di kerenakan pemegang kendali marketing bukan perusahaan melainkan broker. Hal ini di sebabkan karena selama ini PTPN XI memakai jalur lelang untuk memasarkan gulanya.Sudah saatnya sistem pemasaran atau penjualan melalui lelang harus dirubah dengan cara membangun kemandirian marketing yaitu perusahaan bukan hanya sebagai pembuat produk tetapi juga sebagai sebagai pelaku pasar yang aktif dalam proses distribusi produk gulanya sampai ke tangan konsumen, dengan demikian perusahaan tidak bergantung kepada pihak lain broker atau pedadang besar dalam memasarkan produknya.

Kemandiran marketing tersebut tidak dapat dicapai jika broker tidak dihilangkan dari mata rantai distribusi gula dan diganti dengan sales marketing dari perusahaan sendiri.dengan cara ini profit dari proses distribusi gula dari perusahan ke konsumen dapat dinikmati sendiri oleh perusahaan, bukan broker.

Misalnya  satu unit usaha di patok untuk memasarkan 50% dari total produk yang dihasilkan.Contoh sebuah unit usaha dengan total jumlah  produksi gula dalam satu musim giling adalah 180.000 kwintal, jika selisih harga jual di tingkat grosir dengan harga lelang Rp 500 /kg, tambahan  laba kotor yang diperoleh  unit usaha adalah RP 4,5 Milyard.

Keuntungan juga bisa lebih optimal jika  masuk dalam di segmen ritel.Produk di buat kemasan 1 kg, seperti brand Gulapas, Gulaku dsb.Saat ini selisih harga gula  dari tingkat grosir ke tingkat pengacer rata rata Rp 300,-s/d Rp500,-/kg dan ini adalah salah satu peluang untuk mendapatkan profit yang lebih.Dengan mengunakan sistem Sales delivery atau sistem pemasaran jemput bola ke tingkat pengecer (toko/minimarket), nilai tambah atau keuntungan yang di dapatkan akan lebih besar,

Yang paling penting dari kemandirian marketing adalah perusahaan akan mendapat jaminan pasar terhadap produk yang dihasilkan.Selain itu manfaat tambahannya adalah dapat membuka lapangan kerja baru.

Upaya optimalisasi potensi industri gula

Selain membangun kemandirian  untuk meningkatkan daya saing perusahaan yang tak kalah penting  adalah meningkatkan optimalisasi seluruh potensi yang ada di perusahanan.

Sering kali perusahaan mengalami kesulitan keuangan hal ini di sebabkan karena kurangnya sumber pendapatan dikarenakan potensi yang ada di perusahaan belum di kelola secara optimal.Saat ini perusahaan hanya bergantung pada penjuaalan GKP saja, hal itu membuat keuntungan rendah, sementara produk turunan dari tebu lainya belum dapat di optimalkan, seperti tetes(molase), blotong (fiter cake) dan ampas jika dapat dikelola sendiri secara optimal, maka akan menghasilkan nilai tambah yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dan nantinya akan menghasilkan profit yang tidak sedikit untuk mengembangkan perusahaan.

Tetes atau molase adalah sisa atau bisa di sebut juga limbah dari proses pembuatan GKP.Tetes yang dihasilkan sementara ini di jual langsung ke pihak ketiga seperti PT.Molindo, PT.Cheil jedang dll, untuk digunakan  sebagai bahan baku produk mereka.

Sementara PTPN XI hanya memiliki 1 prabrik pengolahan tetes yaitu Pasa Jatiroto yang memproduksi bio Etanol dengan kapasitas produksi lebih kurang 15.000 L/hari.

Sedangkan di wilayah unit usaha  yang lain seperti wilayah Madiun belum ada pabrik pengolahan  molase.Jika di wilayah barat PTPN XI membangun pabrik dengan kapasitas 50 kl/hari saja, dengan bahan baku tetes yang berasal dari seluruh pabrik gula di wilayah barat, yaitu PG.Pagotan, PG.Soedhono, PG.Poerwodadie, PG Redjosarie dan PG.Kanigoro, perusahan akan mendapat tambahan pendapatan yang tidak sedikit.Harga bio etanol saat ini kisaran Rp8.000/liter dengan kapasitas 50.000 liter/hari, maka tambahan pendapatan kotor perusahan sekitar 120 milyar per tahun,bukan hanya bio etanol saja yang dihasilkan dari pabrik pengolahan molase, limbah dari proses pembuatan bio etahol dapat disulap menjadi pupuk organik cair dengan kadar kalium tinggi dengan harga di pasaran cukup tinggi.

Selain itu juga pabrik bio etanol juga dapat menghasilkan CO2 yang digunakan untuk Dry Ice atau penyimpanan ikan segar.Permintaan pasar akan CO2 cukup bagus dengan harga sekitar Rp 2.000/kg.ini adalah peluang yang sangat bagus yang dapat mendatangkan keuntungan yang besar bagi perusahaan.

  • Blotong/Filter Cake

Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor pada proses pemurnian nira yang di saring di rotary vacuum filter, limbah Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah.

Pembatasan pupuk bersubsidi dan program pemerintah GO Organic di sektor pertanian.Melalui departemen pertanian dan agen resmi pupuk pemerintah mewajibkan setiap petani yang membeli pupuk kimia bersubsidi harus satu paket dengan pupuk organik, inilah peluang yang sangat bagus untuk mendapatkan profit dari limbah padat blotong yang selama ini belum maksimal bahkan terbengkalai. Harga pupuk organik padat di sampai ke tangan petani adalah Rp.20.000,-/40 kg .

Dalan hal pemasaran pupuk organik, perusahaan bisa bekerja sama dengan perusahan lain yang memegang otoritas pupuk organik di Jawa timur yaitu Petro Kimia Gresik dengan brand Petroganiknya.Dengan berkerjasama dengan perusahaan lain diharapkan pemasaran produk pupuk organik tidak akan mengalami kesulitan.

Selain pupuk organik blotong juga bisa di manfaatkan sebagai pakan ternak dalam bentuk pelet, ini dapat di lakukan setelah unsur tanah pada blotong dipisahakan.Didalam blotong mengandung bahan organik, mineral, protein kasar dan gula, yang baik untuk ternak terutama sapi.(sumber: Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Integrasi Ternak Sapi dan Tanaman Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010

  • Ampas tebu

Ampas atau Bagase adalah limbah tebu yang memiliki nilai ekonomis yang sangat bagus.Ampas tebu dapat digunakan sebagai cellulose pulp sebagai bahan baku pembuatan kertas dan bahan baku pembuatan particle board.

Namun sekarang ini ampas tebu masih hanya di gunakan untuk bahan bakar ketel, seperti di PG.Soedhono misalnya, setiap tahun bahan bakar selalu kurang, hal ini di sebabkan masalah klasik yaitu kekurangan bahan baku,dengan kapasitas giling rata-rata sekarang ini 23000-25000 kwt / hari.Ampas yang di hasil giling hanya cukup untuk bahan bakar saja.Jika perusahan bisa menaikan kapasitas produksi rata 30.000 kwt/per hari maka hasil ampas akan melimpah dan ampas yang di hasikan akan mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi perusahaan jika di kelola dengan baik.

Meningkatkan Produktfitas Dan Efisensi

Untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi perlu adanya terobosan-terobosan dan inovasi dalam proses produksi antara lain dengan memanfaatkan teknologi mekanisasi dan otomatsasi.Mekanisasi dalam industri gula pada saat ini sangat di perlukan dan merupakan sesuatu hal yang urgent.Hal ini dikarenakan sulitnya mencari tenaga  manusia baik saat pembukaan lahan, perawatan, sampai  saat panen tebu, masalah kekurangan tenaga saat ini di sebabkan karena tidak ada regenerasi pekerja.Generasi muda saat ini lebih memilih menjadi pekerja urban dikota besar di banding menjadi pekerja di desa.Dengan minimnya tenaga maka secara otomatis upah untuk tenaga kerja akan jauh lebih mahal, selain itu sangat penting ketepatan waktu dalam penyelesaian proses pekerjaan di lapangan.

Seperti waktu panen tebu misalnya kekurangan tenaga tebang/panen dapat mengakibatkan kekurangan bahan baku di pabrik yang mengakibatkan giling berhenti, hal ini mengakibatkan kerugian baik financial maupun ifisiensi waktu.Apalagi di curah hujan masih tingginseperti sekarang ini, mobilitas bahan baku akan sangat terganggu di karenakan keadaan cuaca, dan mengakibatkan biaya panen melambung  sangat  tinggi yang di sebabkan penebang minta kompensasi dari situasi tersebut.

Kekurangan tenaga panen  juga sangat berpengaruh terhadap kwalitas dan kuantitas hasil dari bahan baku, misalnya tebu masak awal jika tidak dapat di tebang tepat waktu rendemennya akan turun, secara otomatis ini berakibat pada hasil.

Mekanisasi dan otomasisasi dapat menekan Harga Pokok Produksi (HPP) secara signifikan, misalkan di PG.Watoe Toelis tepatnya di kebun Jedong cangring, HPP sebelum penerapan mekanisasi sebesar Rp8.764,-/kg.Setelah menerapkan mekanisasi, HPP dapat ditekan menjadi Rp.6.866,- per kilogramnya (sumber:GresNews.com12/06/2015).

Selain itu di PG.Soedhono misalnya, tepatnya di stasiun puteran saat masih menggunakan mesin high grade manual, jumlah operator per shif sejumlah manual 20 orang, namun setelah adanya mesin otomatis High Grade RRI jumlah operator menjadi 2 orang per shif.Selain lebih efisien tenaga dan waktu, kwaliatas produck yang di hasilkan mempunyai mutu lebih bagus dari pada mesin manual.

Dengan mekanisasi dan otomatisasi Harga Pokok Produksi akan dapat di tekan, dengan demikan  semuanya akan mendapatkan untung. Pabrik untung, petani untung, dengan demikian akan memicu gairah untuk menanam tebu kembali yang akhirnya akan bisa membawa dampak positif  yaitu meningkatnya produksi di industri gula.

 

Penulis: Sutopo (karyawan PG Soedhono-Ngawi)

Pemenang I Lomba Tulis Jurnalistik 2016