Menjaga Warisan Kota sebagai Cagar Budaya

Post at Thursday, 22 December 2016

SURABAYA (21/12/2016) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya memanggil Tim Cagar Budaya Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur untuk memaparkan visi dan misi dalam mendata dan merawat benda cagar budaya.

Hal itu terkait dengan produktivitas tulisan atau literasi maupun visual yang ber­kaitan dengan cagar budaya masih minim.

Padahal banyak benda cagar budaya dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan pada generasi penerusnya.

“Selama ini masih sedikit yang mengupas tentang benda cagar budaya. Semisal, Penjara Kalisosok, apa betul dibangun di zaman Daendels,” kata Anggota Pansus DPRD Surabaya Adi Sutarwijono seperti yang dilansir Radar Surabaya (Jawa Pos Group), Selasa (20/12).

Oleh karena itu, dirinya berharap agar tim cagar budaya ini lebih produktif lagi dalam membuat tulisan tentang benda cagar budaya. Sebab, dari situ dapat digali peradaban pada zaman dahulu dan kesinambungannya dengan kondisi saat ini.

Namun, justru saat ini masih banyak yang mangkrak, sehingga aspek kekiniannya putus. Dan hanya mewakili masa lalu saja,” bebernya.

Senada dengan hal itu, Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menambahkan, tantangan yang dimiliki oleh tim cagar budaya saat ini yakni dalam hal penentuan kriteria cagar budaya atau bukan.

Karena hingga saat ini masih banyak dari bangunan kuno yang ada di Surabaya belum terdata sebagai benda cagar budaya.

Sementara cepatnya pembangunan di ibu kota Jatim ini semakin menggeser keberadaannya. “Kondisi bangunan cagar budaya, seperti hidup segan mati tak mau,” ungkap Herlina.

Sementara itu, Ketua Tim Cagar Budaya Retno Hastijanti menuturkan, dalam melestarikan bangunan bersejarah, timnya selalu berpedoman pada pada undang-undang  dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Menurutnya, dasar pelestarian cagar budaya di Surabaya ini haruslah Urban Heritage atau warisan kota. “Harus ada penyelarasan antara benda cagar budaya dengan kedinamisan kota,” tegas Retno.

Baginya, perawatan benda cagar budaya yang ada di Surabaya berbeda dengan di Trowulan. Pada urban heritage, kedinamisan kota harus diperhitungkan. Jadi, dalam melestarikan ada adaptasi bangunan dengan zamannya. (Jo/sumber:disini)