PTPN XI Berharap Ada Regulasi Pemerintah Dukung Pengembangan Industri Gula
Post at Tuesday, 06 February 2018
SURABAYA - PTPN XI meminta dukungan kebijakan pemerintah adanya ketersediaan lahan tebu di Jatim termasuk regulasi yang mendukung pengembangan industri gula dan komoditas beserta program teknis lainnya, ini dimaksudkan sebagai upaya pemenuhan kapasitas pabrik gula BUMN.
Mengingat saat ini makin menyusutnya lahan pertanian terutama lahan tebu di Indonesia. Akibatnya membuat produksi gula nasional pun menurun. Berbagai upaya telah dilakukan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI untuk meningkatkan produksi gula maupun tebu, baik melalui pengadaan lahan-lahan baru maupun melakukan revitalisasi pabrik-pabrik gula agar menjadi lebih efisien dan mampu menghasilkan gula lebih banyak.
Menurut PTPN XI untuk mewujudkan hal tersebut, perlu ada kebijakan dari pemerintah daerah yang mendorong pertumbuhan lahan-lahan tebu agar berdampak pada produksi gula.
Hal ini terungkap dalam diskusi bersama Ruang Ide bertajuk Revitalisasi Agroindustri Menuju Industri Mandiri yang di gelar PTPN XII bersama Jawa Pos Group pada Senin (29/01/2018) di Graha Pena Surabaya.
Direktur Utama PTPN XI M. Cholidi mengatakan, saat ini perseroan telah berupaya penuh untuk meningkatkan kapasitas pabrik gula (PG) agar pencapaian swasembada gula nasional dapat terpenuhi.
“Saat ini yang sudah masuk revitalisasi adalah PG Djatiroto di Lumajang yang akan ditingkatkan menjadi 10.000 TCD dan PG Assembagoes di Situbondo akan ditingkatkan menjadi 6.000 TCD,” jelasnya.
Sedangkan jangka panjang PTPN XI akan memodernisasi 5 PG masing-masing menjadi 4.000 TCD, dan berencana membangun PG baru di Kabupaten Situbondo dengan kapasitas giling 6.000 TCD.
“Dengan peningkatan kapasitas produksi pabrik kita ini juga mengarah pada kemandirian energi yang menghasilkan energi baru terbarukan yakni exces power, biofuel,” jelas Cholidi.
Sementara jangka pendek yang sudah dilakukan PTPN XI memperluas lahan tebu dan pemenuhan bahan baku gula melalui proyek Agro Forestry kerjasama dengan Perum Perhutani seluas 374,9 ha untuk budidaya tanaman tebu di lahan Perum Perhutani Wilayah Padangan, Bojonegoro, Ngawi, dan Saradan pada Maret 2017, serta pemanfaatan lahan Pemkab Jember seluas 25 ha untuk budidaya tanaman tebu.
“Kita juga investasi pengadaan lahan 367 ha untuk budidaya tanaman tebu dan agrowisata di daerah Baluran Situbondo,” urainya seraya menambahkan turunnya produksi tebu tahun lalu dipengaruhi oleh konsolidasi lahan dan petani yang belum optimal, serta tumpang tindih tata guna lahan dengan komoditas pangan lain dan alihfungsi lahan tebu. Termasuk penyediaan sarpras dan kredit petani tidak tepat waktu.
“Dari sisi biaya produksi juga meningkat tapi HPP belum kompetitif dengan harga gula dunia,” imbuhnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo justru mendorong industri gula dari segi produksi di pabrik. Tahun ini akan membeli 1 unit mesin penggiling tebu dari India senilai Rp60 miliar yang akan diujicobakan di Jawa Timur.
“Saya beli mesin dengan kapasitas 500 TCD atau bisa untuk merasionalitas proses produksi gula, mesinnya bisa di uji coba untuk tebu dari lahan 700 ha. Jatim pernah bawa tebu kita ke India bisa sampai 9% rendemennya, di sini rata-rata hanya 7,6%,” kata Pakde panggilan akrabnya.
Dengan mesin tersebut membuat ongkos produksi menjadi lebih murah yakni Rp5.000/kg, sehingga jika dijual di pasaran dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 maka diharapkan keuntungan petani akan lebih banyak.
Rencananya, Pakde Karwo akan ke India pada 2 Februari mendatang untuk melakukan checking mesin.(Jo/Sumber:disini)